Cari Blog Ini

Follow Vnation Class

Senin, 01 Juli 2024

Tentang Seni, Budaya dan Icon Banjarnegara

Seni, Budaya dan Icon suatu daerah adalah sebuah identitas. Lebih dalam lagi bahwa seni, budaya dan Icon ini juga merupakan jati diri suatu daerah. Sehingga ketika kita berbicara tentang identitas dan atau jati diri suatu daerah, maka kita harus bisa sampai pada satu pemahaman Bersama, yakni betapa pentingnya kita menemukan kembali identitas kita yang telah lama hilang sebab ditelan oleh sang zaman. 

2024 adalah tahun ke 453, Banjarnegara berdiri menjadi sebuah Kabupaten di Jawa Tengah.  Dan ditahun yang sama, kita (Banjarengara) mengadakan konstalasi politik pemilihan kepala daerah Kabupaten Banjarnegara yang ke 30. 

Seyogyanya ditahun ke 453 Banjarnegara berdiri, mestinya sudah bisa mendeklarasikan atas ditemukannya kembali Identitas dan Jati Diri Banjarnegara. Lalu apa sejatiya seni, budaya dan icon Banjarnegara?

PERTAMA :
TENTANG KESENIAN RAKYAT BANJARNEGARA

Melalui kajian literasi sejarah, budaya dan diskusi dengan berbagai kalangan ; seniman, budayawan, spiritual dan juga para aktifis. Kita menemukan sebuah kesenian rakyat yang tumbuh dan berkembang di bumi jawa / nusantara, yang begitu luar biasa. Lalu dimana letak luar biasanya atas kesenian rakyat tersebut ? 

  1. Iya lahir, tumbuh dan berkembang sejak jaman sejarah hingga kita merdeka. Sejak orde lama hingga orde baru, sampai pada jaman atau era reformasi hingga saat ini yakni generasi millennial dan Gen Z. Kesenian rakyat ini terus eksis dan tak pernah lekang oleh sang waktu. 
  2. Kesenian Rakyat ini terus tumbuh dan berkembang, hingga di 2024 ini, di Banjarnegara tercatat lebih dari 300 group kesenian rakyat tersebut. Sementara jumlah desa dan kelurahan di wilayah Kabupaten Banjarnegara, hanya ada 278. Artinya hampir 100% masyarakat Banjarnegara mencintai kesenian ini secara turun temurun. 
  3. Semua kalangan dari lapisan usia menggemari kesenian rakyat satu ini. Baik mereka anak-anak, remaja, pemuda, orang tua hingga kakek dan nenek. 
Ia adalah kesenian rakyat yang bernama EMBEG atau Ebeg atau Jathilan, atau Kuda Kepang dan atau Kuda Lumping. 
Saya pribadi belum pernah menemukan satu kesenianpun yang sedahsyat ini di Banjarengara. Disisi lain, ternyata kesenian embeg atau ebeg, atau jathilan atau kuda kepang atau kuda lumping ini juga banyak kita temukan di hampir pulau jawa bahkan nusantara. 

Karenanya, bagi saya dengan fakta lapangan yang seotentik ini, mestinya Kabupaten Banjarnegara berani terlebih dahulu mendeklarasikan bahwa kesenian embeg ini ya benar-benar kesenian rakyat, yang tumbuh dan berkembang sangat luar biasa di Banjarnegara. 

Pemerintah harus bisa menemukan satu titik pembeda antara embeg Banjarnegara dengan embeg manapun di nusantara dengan cara melakukan kegiatan festival embeg ASLI khas Banjarnegara. Inilah nilai jual dunia pariwisata di kemudian hari yang menjadi pembeda dengan kabupaten lain di Nusantara, melalu jalur berkesenian ria. 


KEDUA :
TENTANG BUDAYA DAN ICON BANJARNEGARA

Dalam hal ini, pembicaraan kita tentang “Budaya” akan kita bingkai dalam frame Budaya yang diwarisi oleh leluhur Banjarnegara sejak jaman sejarah. Bukan sedang mencari-cari bentuk budaya baru yang semau kita sendiri. 

Bahwa warisan Budaya leluhur Banjarnegara tidak lain dan tidak bukan adalah BUDAYA CABLAKA atau BLAKASUTA. Sebuah Budaya Ngomong apa anane, ora usah nganggo tedeng aling-aling, tapi nggari ngomong nganggo gaya BAWORAN. 

Dan ternyata warisan Budaya ini adalah warisan leluhur Banyumas Raya dan atau Karesidenan Banyumas yang melingkupi empat kabupaten yakni ; Banyumas, Cilacap, Purbalingga dan Banjarengara. 

Simbul BAWOR sebagai icon dalam Budaya CABLAKA atau BLAKASUTA ini ternyata sudah dipergunakan oleh kabupaten tetangga yakni Kabupaten Banyumas. Bahkan senjata Kudi-nya si Bawor-pun sudah di jadikan iconic oleh kabupaten tersebut. Pertanyaan-nya adalah : 

  1. Apakah kabupaten lain, selain Banyumas, boleh mengunakan simbul atau iconic bawor dengan senjata kudinya sebagai simbul iconic daerahnya ? jawabannya tentu BOLEH. Sebab Budaya Cablaka atau Blakasuta ini memang milik Bersama Karesidenan Banyumas atau Banyumas Raya. 
  2. Jika empat kabupaten diwilayah Karesidenan Banyumas atau Banyumas Raya, menggunakan simbul atau iconic yang sama, lalu apa pembedanya? Bukankah hidup itu tidak harus seragam tetapi beragam?

Karenanya, dalam rangka mencari karakter pembeda. Kita tidak bisa sembarangan asal pilih simbul dan atau icon untuk suatu daerah setingkat kabupaten. Simbul atau icon ini harus bersifat universal, memiliki nilai-nilai filosofi yang tinggi, sarat makna dan sejarah, serta secara social antropologi, social cultural memiliki hubungan yang erat atas tumbuh kembangnya peradaban di bumi Banjarnegara. 

Secara umum dalam teori sejarah, mengatakan bahwa lahirnya suatu koloni hingga tumbuh dan berkembang menjadi sebuah kerajaan, bermula dari kehidupan pingir sungai. Dan Banjarnegara sendiri secara sejarah dan factual kekinian menyadari serta merasakan, bahwa  kebesaran dan kebermanfaat sungai serayu begitu lekat dengan kehidupan masyarakat Banjarnegara. Bahkan kabupaten lainpun merasakan hal yang sama. Dan Sumber mata air sungai serayu itu adalah Tuk Bimalukar. 

Lain dari pada itu, kedahsyatan sekaligus kemashuran sejarah, budaya dan alam dataran tinggi Dieng juga telah diakui oleh public, baik nasional maupun international. Salah satu warisan peninggalan leluhur bangsa sekaligus leluhur Banjarnegara adalah diketemukannya situs candi BIMA yang berada di dataran tinggi dieng, yang masih berada dalam wilayah teritorial kabupaten Banjarnegara. 

Kedua alasan inilah akhirnya kita menemukan sebuah simbul iconic untuk Banjarnegara, sebagai pembeda yang berkartakter untuk Banjarnegara. Yang secara faktual dan kesejarahan serta secara kultural lekat dan kental dalam peri kehidupan masyarakat Banjarnegara hingga kini. Yakni simbul iconic bernama BIMA. 

Sekalipun BIMA bisa diangkat sebagai simbul iconic Banjarnegara, sebab budaya Banjarnegara adalah Cablaka atau Blakasuta sebagaimana budaya banyumasan. Maka Gaya Baroranpun tetap melekat dan tak terlupakan sebagai bumbu komunikasi yang hangat melekat dan menyenangkan [ tetap diselingi karo guyunan bergaya baworan ]. 

Banjarnegara, 02 Juli 2024
Penulis
Wahono
[ Pendiri & Bupati Forum Kebangkitan Banjarnegara ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar